Ani Purwati - 17 Nov 2007
Sudah saatnya masyarakat memperhatikan dan meningkatkan solidaritas pada petani. Sebagai tulang punggung produksi pangan, selama ini hak-hak petani terabaikan. Padahal pangan adalah hak paling dasar manusia. Tanpa kerja keras petani, pangan akan sulit dipenuhi.
Menurut Witoro dari Koalisi Rakyat untuk Kedaulatan Pangan (KRKP) sebagai Koordinator Aliansi Peduli Pangan saat peringatan Hari Pangan Sedunia di Pasar Tani (pelataran parkir Monas), Jakarta (17/11), kebutuhan pangan penduduk DKI Jakarta yang metropolis sangat tergantung pada petani di daerah produksi sekitarnya. Maka sudah semestinya masyarakat sebagai konsumen peduli pada petani.
”Kita harus bahu membahu mengurangi pangan impor secara perlahan. Pangan impor hanya akan menghancurkan kehidupan petani dan konsumen,” ungkap Witoro.
Dengan hadirnya pangan impor, pangan lokal hasil produksi petani menjadi kalah bersaing. Berbagai produk pangan impor membuat harga produk petani menjadi jatuh dan akhirnya pendapatan petani menjadi jauh dari kelayakan.
Selain itu produk-produk pangan impor hanya akan meningkatkan ketergantungan konsumen pada produk luar negeri dan secara perlahan menggusur keanekaragaman produk lokal. Di pihak lain, ketergantungan pada produk pangan impor akan mematahkan semangat dan kreativitas petani untuk berproduksi.
Pada kesempatan yang sama Damayanti Buchori dari Yayasan Kehati menyatakan bahwa pangan sebagai hak dasar manusia berarti semua berawal dari makanan. Namun sayangnya pemenuhan pangan hanya sebatas pada rasa, sementara isu keberpihakan untuk berjuang bagi kepentingan bangsa sendiri dengan mengkonsumsi pangan lokal sering diabaikan.
”Internasional juga pasar kita maka yang terpenting menjaga keseimbangan antara produk lokal dan impor. Inilah yang sulit dilakukan. Padahal kita bisa membantu petani dengan memilih makanan kita,” kata Buchori.
Dalam hal memilih makanan menurutnya, ibu rumah tangga berperan penting. Dengan pilihan makanan yang tepat, maka ibu telah membantu petani dan bangsa untuk mandiri dalam ketersediaan pangan. ”Meski demikian keberpihakan dapat dimulai dari siapa saja,” tegasnya.
Sebagai penggerak PKK di DKI Jakarta, Henny Muhayat menyampaikan bahwa masalah pangan perlu dipecahkan dengan kerjasama. Pangan yang sehat dan berkelanjutan dapat terpenuhi dengan mendorong kemampuan produksi desa atau daerah terdekat dari DKI sebagai sumber kebutuhan pangan warga DKI Jakarta. Maka diperlukan rekomendasi kebijakan dan langkah bersama antara konsumen dan petani.
Dengan program kesejahteraan keluarga, maka PKK juga berkewajiban memenuhi pangan yang erat kaitannya dengan sumber daya manusia sebagai indikatornya. ”Saat ini yang terpenting juga adalah mengubah pandangan dari pangan hanya untuk makan menjadi kita makan untuk meningkatkan mutu hidup kita dan capai sehat 2010,” katanya.
Di pihak lain, menurut Amar Ma’ruf dari Aliansi Buruh Menggugat, buruh sebagai salah satu konsumen di kota-kota besar termasuk DKI Jakarta ini juga harus mendapat perhatian. Dengan upah layak untuk memenuhi kebutuhan hidup, buruh mampu mengkonsumsi makanan yang sehat dengan harga yang layak bagi petani. Sehingga mampu menciptakan kerjasama yang seimbang antara buruh sebagai konsumen dengan petani.
Namun kenyataannya selama ini upah buruh di DKI Jakarta masih dinilai jauh dari kelayakan. Sehingga untuk memilih makanan yang sehat dan terjangkau sangat sulit.
Aliasni Peduli Pangan juga memperingati Hari Pangan Sedunia yang jatuh di setiap 16 Oktober ini dengan diskusi dan pameran produk-produk pertanian yang sebagian besar organik. Dengan diskusi diharapkan mampu memberi pemecahan pada masalah pangan. Melalui pameran diharapkan mampu menunjukkan kerja keras petani dalam memproduksi pangan serta menciptakan dialog dan kerjasama petani dan konsumen di DKI Jakarta. Sehingga petani mampu memproduksi pangan yang sehat atau bebas pestisida dan lestari tanpa rekayasa genetik serta konsumen dapat mengkonsumsi pangan yang beranekaragam dan sehat.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar