Asep Solihin - 07 Aug 2008
Berawal dari kesempatan yang diberikan kepada kami untuk menangani masalah pengadaan, riset dan development, dari satu perusahaan yang bergerak di Vagatable Food Processing & Packaging untuk tujuan expor ke negara belahan Eropa dan Amerika. Kenyataannya, penerapan cara Pertanian Organik Modern masih belum populer untuk diterapkan di negara kita, sehingga perusahan tersebut memberikan kepercayaan lagi kepada kami untuk terus mengembangkan sistem Pertanian Organik yang intergeted, agar hasil dari pertaniannya bisa masuk pasaran Eropa dan Amerika yang sudah lama meninggalkan sistem pertanian unorganik ( Kimia ).
Untuk menjaga tanaman dari hama dan pestisida kimia, kami mengembangkan Greenhouse, yang berfungsi pula untuk menjamin kelangsungan produksi agar tidak tergantung pada musim. Setelah Greenhouse jadi, dalam sekala percobaan, kami menanam beberapa jenis komoditi yang akan kami expor di antaranya: cabe, terong, dan tomat, langsung di atas tanah seperti biasanya.
Kami tidak menggunakan pestisida, karena kami menanam dalam Greenhouse tadi, dengan di cover dengan net yang bisa menahan hama Cabuk ( White fly ) pembawa virus Bemicia tabaci yang cukup sulit untuk diberatas.
Menanam di atas tanah seperti bisanya ternyata memerlukan pemupukan secara kimia yang sangat banyak di luar kewajaran secara kalkulasi ekonomi, dan dari hasilnya tidak bisa masuk katagori organik. Jadi dari kualitas dan harga kita tidak bisa bersaing di pasar global.
Dengan kendala yang dihadapi itu, kami simpulkan untuk memperbaiki tanah pertanian dengan penambahan bahan organik yang sudah hampir hilang di seluruh tanah pertanian kita, akibat pemakaian pupuk kimia yang terus menerus (hampir 30–35 tahun), dan upaya perbaikan tanah hampir tidak pernah dilakukan.
Dengan perhitungn ekonomis, perbaikan tanah pertanian memerlukan waktu dan biaya yang sangat tinggi, jadi kami mencoba menanam jenis komoditas tadi di dalam polibag, menggunakan media yang umum di pakai, seperti kotoran ternak, cocopeat, arang sekam dengan campuran yang disesuaikan dengan jenis tamanan. Untuk tanaman yang hampir 22.000 tanaman/ha, memerlukan sekitar 200 tons media tanam untuk tahap pertama, selanjutnya hanya di tambah 25 % atau 50 tons/musim tanam/ha. Dan kami sangat kesulitan mendapatkan posokan media tanam sebanyak itu.
Pengolahan Limbah Gula sebagai Pupuk Organik
Kebetulan lokasi kami berdekatan dengan pabrik gula dari bahan tebu yang mempunyai limbah organik berupa blotong (filter cake), dan abu boiler di Desa Kebon Agung Pakis Aji, Kabupaten Malang, Jawa Timur.
Blotong (filter cake) merupakan limbah padat hasil dari proses produksi pembuatan gula, dimana dalam suatu proses produksi gula akan dihasilkan blotong dalam jumlah yang sangat besar. Sebagai contoh, pada tahun 2003 dalam satu proses produksi gula di P.G. Kebon Agung mampu menghasilkan limbah blotong sebanyak 21.000 ton sedang di P.G PTPN X mampu menghasilkan limbah blotong sebanyak 110.000 ton.
Sementara ini pemanfatan blotong, sebagai pupuk organik masih belum maksimal dan penggunanya pun terbatas. Hal ini disebabkan karena :
1. Pengolahan limbah blotong menjadi pupuk organik masih bisa dikatakan hanya asal-asalan, masih belum ditangani dengan menggunakan satu proses yang baik dan benar sehingga pupuk organik yang dihasilkan, masih belum sempurna.
2. Minimnya pengetahuan petani akan manfaat penggunaan pupuk organik dari bahan blotong.
Vinasse merupakan limbah cair yang dihasilkan dari proses pembuatan Ethanol. Dalam proses pembuatan 1 liter Ethanol akan dihasilkan limbah ( vinasse ) sebanyak 13 liter (1 : 13). Dari angka perbandingan di atas maka semakin banyak Ethanol yang diproduksi akan semakin banyak pula limbah yang dihasilkannya. Jika limbah ini tidak tertangani dengan baik maka di kemudian hari, limbah ini akan menjadi masalah yang berdampak tidak baik bagi lingkungan.
Salah satu cara pemanfaatan limbah ini yaitu dengan merubah vinasse menjadi pupuk organik cair dengan menggunakan metode tertentu. Hal ini mungkin dilakukan karena kandungan unsur kimia dalam vinasse sebagian besar merupakan unsur organik yang berguna dan dibutuhkan bagi pertumbuhan tanaman.
Di Indonesia penggunaan pupuk organik sangat minim dilakukan oleh petani. Hal ini dikarenakan sedikitnya produsen pupuk organik, dan minimnya pengetahuan petani tentang manfaat pengguanan pupuk organik.
Dengan adanya hal tersebut di atas maka akan tepat jika limbah yang sedemikian besar tadi dimanfaatkan menjadi pupuk organik.
Limbah filter cake, abu boiler, dan vinasse merupakan bahan organik. Untuk bisa menjadi pupuk organik yang siap diaplikasikan maka diperlukan suatu proses dekomposisi bahan oleh bantuan mikoorganisme. Proses daur ulang limbah menjadi pupuk dapat dilakukan dengan menggunakan mikroorganisme secara manual. Sekitar 20-23 hari, proses thermopolik bisa tercapai, maka jadilah humus yang kandungan unsurnya cukup bagus dan berguna untuk memperbaiki struktur tanah.
Peluang Pasar
Seiring dengan kebijakan pemerintah tentang pertanian organik dan gerakan moral yang menyerukan kembalinya pemakaian bahan-bahan organik seperti untuk pupuk, pestisida dan lain-lain. Sebagai bahan dasar dalam usaha pertanian, maka kebutuhan bahan organik terutama pupuk organik menjadi semakin besar. Hal ini sangatlah beralasan karena pemakaian bahan organik pada usaha pertanian lebih menguntungkan bila ditinjau dari nilai ekonomis, keamanan, lingkungan dan kesehatan.
Akan tetapi kebutuhan pupuk organik yang terus meningkat dari tahun ke tahun tersebut tidak diimbangi dengan suplay pupuk organik yang mencukupi. Hal ini dikarenakan sedikitnya produsen atau pengolah pupuk organik yang ada di tanah air. Disamping itu bisnis pupuk organik ini dinilai kurang menguntungkan oleh produsen pupuk jika dibanding dengan pupuk kimia.
Hal tersebut sebenarnya bukan dikarenakan tidak adanya kebutuhan pupuk organik di tingkat konsumen (petani) tetapi lebih mengacu kepada ketidak-tahuan petani akan manfaat dari penggunaan pupuk organik tersebut dan keengganan pihak yang terkait untuk memberikan penyuluhan tentang hal tersebut.
Pupuk organik akan menjadi suatu bisnis yang sangat menguntungkan apabila kesadaran petani akan manfaat penggunaan pupuk organik baik jangka pendek maupun jangka panjang semakin meningkat. Hal ini dikarenakan sebagian besar penduduk Indonesia pada umumnya bermata pencaharian di sektor pertanian.
Kita bisa mengetahui besarnya potensi pasar pupuk organik ini yaitu dengan mengasumsikan kebutuhan pupuk organik per ha x luas areal x musim tanam setiap tahunnya. Untuk lebih jelasnya, kita ambil contoh kebutuhan pupuk organik di Kabupaten Malang, yaitu sawah 819.044,20 ton/th, tegal 901.912 ton/th, perkebunan 305.640 ton/th. Maka jumlah kebutuhan pupuk organik di Kabupaten Malang keseluruhan 2.020.596 ton/th.
Dari uraian table diatas dapat diketahui besarnya potensi pasar pupuk organik di kabupaten Malang dan apabila pasar ini dapat dikelola dengan suatu sistem yang baik, maka peluang bisnis pupuk organik ini masih terbuka sangat lebar.
Asep Solihin
Sebagai Direktur Trisukses Bio-Organic yang telah mengolah Limbah Gula dan Ethanol menjadi Pupuk Organik (Humus Organic Soil Conditioner-HOSC)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar